Jakarta, Infosiar.com — Publik dibuat kaget dengan serangkaian aksi terorisme yang terjadi di tanah air, diawali oleh ledakan Bom Bunuh Diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).
Hingga serangan seorang teroris wanita menerobos masuk ke Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia yang berakhir dengan sang teroris di tembak mati, Rabu (31/3/2021).
Berselang sehari setelah teroris yang menerobos masuk ke Mabes Polri, publik kembali dibuat kaget dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan (SP3) atas kasus Mega Korupsi BLBI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (1/4/2021).
KPK menghentikan penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim itu, dengan beralasan bahwa pemberhentian kasus BLBI telah sesuai dan berangkat dari Pasal 40 UU KPK, maka konsekuensinya perkara harus dihentikan.
“Penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/4/2021).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers juga mengatakan, bahwa SP3 terhadap kasus BLBI ini merupakan bagian dari proses penegakan hukum, yakni dengan mengacu pada Pasal 5 UU KPK yang berkaitan dengan asas kepastian hukum.
“Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada asas kepastian hukum,” ucap Alexander.
Sebagaimana diketahui, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim berstatus tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak, Senin (30/6/2019). Ia bersama istrinya diduga melarikan diri ke singapura.
Orang terkaya ke-36 di Indonesia versi Forbes 2018 tersebut diduga menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam kasus BLBI yang terindikasi merugikan negara Rp 4,58 Triliun, yang pada saat itu merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). (mat).