Sidrap, Infosiar.com — Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terkait hasil produksi gabah, dinilai belum mampu sejahterakan masyarakat petani.
Bahkan menurut mereka, biaya operasional yang tinggi, belum sebanding dengan harga pembelian produksi, sehingga hal ini membuat petani cenderung menjual hasil panen padinya ke pungusaha penggilingan.
“Kami lebih cenderung menjual hasil produksi ke pengusaha penggilingan dengan harga yang lebih tinggi, karena kami hanya bergantung dari hasil penjualan yang jadi sumber mata pencaharian utama,”ujar Arifin, salah seorang petani penggarap yang ditemui di Sereang, Kecamatan Maritenggae, Sidrap, Rabu (1/3/2023).
Menurutnya, HPP yang ditetapkan beberapa waktu lalu melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas), Bulog dan Kemeterian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta, harganya masih selisih jauh dengan harapan petani.
“Menjelang masuknya musim tanam, pemerintah selalu berjanji untuk menyerap gabah petani dan akan membeli dengan harga yang baik, namun kenyataannya, pas musim panen tiba, harga pasti anjlok,”keluhnya.
Ia mengatakan, harga pembelian gabah petani oleh pengusaha penggilingan saat ini, antara Rp 5.900 hingga Rp 6.200, dan harga ini dipastikan akan anjlok pada pertengahan hingga musim panen berakhir.
“Harga pembelian pengusaha penggilingan saat ini masih bagus, namun harga tersebut dipastikan akan mengalami penurunan hingga musim panen berakhir, sehingga petani yang terlambat panen harganya pasti anjlok,”katanya.
Sekedar diketahui, untuk HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini ditetapkan Rp4.550/kg dan GKP di tingkat penggilingan Rp4.650/kg.
Ketentuan HPP tersebut mulai berlaku sejak 27 Februari 2023 lalu hingga batas waktu yang belum ditentukan oleh pemerintah. (Diah)